Senyum kini kembali bertahta di bibir Sulistyo Nugroho. Pria 34 tahun itu melewati hari seperti sediakala. Pagi berangkat kerja sebagai karyawan perusahaan swasta. Menjelang petang ia bercanda riang bersama putra semata wayangnya. Padahal 2 tahun sebelumnya batuk berkepanjangan dan rasa sakit di dada hampir-hampir melumpuhkan aktivitas hidupnya. Konsumsi rutin buah merah selama 3 bulan mengembalikan keceriaan hidupnya.
Semua berawal di penghujung 2002. Sulistyo yang kala itu berprofesi sebagai pemasar di perusahaan rokok sering terserang batuk. Anak ke-6 dari 9 bersaudara itu acap bepergian hngga larut malam. Keluhannya hanya dianggap sebagai gejala masuk angin biasa. Selain itu ia percaya batuknya bawaan bayi. Memang saat itu istrinya tengah berbadan dua. Pengobatan pun sebatas obat-obatan bebas.
Delapan bulan berlalu dengan cepat. Simungil Oktavian Bagus Nugroho hadir ke dunia. Namun batuk yang dideritanya tak kunjung hilang, bahkan semakin menjadi.Nyeri pun kerap menghampiri. " Dada ini sampai sakit menahannya," ujar Listyo panggilan akrab Sulistyo. Penderitaan semakin bertambah jika malam tiba. Batuk berkepanjangan terdengar dari dalam rumah di daerah Margoredjo, Sleman, Yogyakarta.
Merasa tak kuat lagi, suami Siti Aminah itu lalu memeriksakan diri ke dokter. Tidak ada jawaban pasti yang diperoleh. Toh hingga obat-obatan pemberian dokter habis diminum, kesembuhan tak kunjung datang. Itu sebabnya Listyo mencari pengobatan tradisional, dari ramuan jamu godok hingga pengobatan cina. Setiap mendengar nama pengobat langsung didatangi.
Titik terang sempat muncul pada akhir 2003. Kala itu sinse memberikan 1 paket obat cina seharga Rp. 5juta. Setelah minum itu, dada rasanya lebih ringan tapi harganya mahal jadi tidak diteruskan, ungkap pehobi olahraga bulutangkis itu. Listyo pun kembali bergerilya mencari pengobatan alternatif.
Merasa tak tertolong dengan obat-obatan tradisional, ia kembali mendatangi dokter. Kali ini 3 dokter sekaligus didatangi. Dokter umum hinggal dokter paru-paru. Hasil rontgen menunjukkan kedua paru-parunya kotor. Anehnya vonis yang diberikan berbeda-beda. Ada yang memvonis flek paru-paru, bronkhitis, hingga tuberkulosis.
Bermacam-macam obat harus ditelan. "Sampai-sampai bingung melihat obat saking banyaknya." Hasilnya jangankan sembuh, kondisi tubuhnya semakin menurun. Badan tersa dingin walaupun cuaca panas. Jaket hampir tak pernah lepas dari badan yang semakin ringkih.
Nafsu makan turun drastis. "Lidah rasanya pahit, sulit untuk makan," kata Listyo. Bobotnya yang semula 75 kg, turun drastis hingga 50 kg. Olehperusahaan ia dimutasikan ke bagian gudang, yang relatif aman dari kegiatan luar kantor.
Dalam keadaan lemah, semangat kerja kelahiran 8 April 1971 itu tidak pernah surut. Jarak Sleman - Yogyakarta tetap ditempuh dengan berkendaraan motor. Mungkin itulah penyebab penyakitnya tidak kunjung berkurang. Terpaan angin membuat batuknya semakin menjadi. Hampir setiap malam tubuhnya menggigil disertai demam tinggi. "Batuknya juga tambah ngikris (bahasa Jawa, parah, red)" saya sampai tidak bisa menghitungnya," ujar Nunuk, kakak sulung Sulistyo yang menemani saat wawancara berlangsung.
Harapan itu muncul pada November 2004. Kala itu Nunuk tertarik membeli Majalah Trubus. Sulung dari 9 bersaudara itu membaca artikel tentang khasiat buah merah yang bisa menyembuhkan tumor payudara.
Penghujung Desember 2004 Listyo mulai mengkonsumsi sari buah famili Pandanaceae itu. Sehari diminum 3 kali, masing-masing 3 sendok makan. Perubahan tidak lama ditunggu. Belum juga habis 1 botol, badan terasa enak. Agar keampuhan obat makin terasa, Listyo memutuskan untuk beristirahat total di rumah. Waktu 2 minggu di rumah dimanfaatkan untuk memulihkan kondisi tubuh. Efeknya makin lama makin jelas terlihat. "Sekarang dada terasa ringan, batuk-batuknya masih ada tapi tidak sesering dulu lagi," ungkap lelaki asal Sleman itu. Ketika ditemui Trubus akhir Januari 2005, Sulistyo terlihat segar. Wajahnya tak lagi pucat pasi. Sepiring nasi sekarang bukanlah hal yang sulit lagi untuk dihabiskan. Dulu, baru sesendok nasi disuap perut langsung memuntahkan. Berjalan-jalan keluar rumah tanpa baju hangat pun sudah bisa dilakoni. Hingga kini 2 botol buah merah telah habis dikonsumsi, kesembuhan pun makin nyata terbayang di depan mata.
Menurut dr. Zaenal Gani, dokter sekaligus herbalis asal Malang Jawa Timur, batuk berkepanjangan disertai dahak indikasi awal dari tuberkulosis (TBC) atau infeksi cendawan. Flek hanyalah tanda awal adanya gangguan di paru-paru. Ia hanya bisa muncul karena faktor lingkungan, terlalu sering terpapar polusi udara atauudara malam tanpa perlindungan. Bisa juga berasal dari kotoan hewan yang terinfeksi kuman. Pengobatan harusd dilakukan secara kontinyu. Dan "Yang penting kondisi tubuh pasien harus ditingkatkan," ujar Zaenal.
Hal serupa dikatakan Sarah Kriswanti, herbalis di Bandung. Pengobatan penyakit paru-paru harus dilakukan hingga tuntas, menghilangkan kuman penyebab dan peningkatan daya tahan tubuh. Bisa dimaklumi jika daya tahan tubuh meningkat, tubuh akan terpacu untuk membentuk t-limfosit, sel darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Boleh jadi buah merah salah satu pencetusnya.
Walaupun senyawa aktif yang berperan sebagai obat belum diketahui pasti, tapi tidak dapat dipungkiri Pandanus Conoideus kaya zat gizi. Di dalamnya terdapat kandungan vitamin dan mineral yang cukup lengkap. Antara lain kalsium, fosfor, besi, dan vitamin B1. Kandungan kalorinya tinggi, mencapai 400 kilo kalori/100 gram daging buah. Tak heran jika setelah meminumnya orang akan merasa bugar dan nafsu makan akan meningkat.
(Laksita Wijayanti - Trubus April 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar